"Gara-gara Ahok, Tanah Abang Jadi Begini", celoteh Uni, pemilik salah satu kios pakaian jadi di Tanah Abang. “ Kini indak ado urang marokok disiko Uda. Calieklah indak ado sampah jo ludah lai di lantai” (kini tidak ada lagi orang merokok disini. Tengoklah tidak ada sampah dan ludah lagi di lantai)
Tadi siang, ketika diajak ke sini dan membayangkan kondisi Tanah Abang, dimana sampah berserakan dilantai berbaur dengan pengunjung yang meludah disembarang tempat. Sebenarnya ada rasa enggan saya ke sana. Apalagi kalau masuk pakaian bisa basah kuyup karena mandi keringat. Tapi, karena yang ajak adalah wanita yang paling saya cintai, maka mana tega saya mengatakan, ”tidak“.
Setibanya di Blok A Pasar Tanah Abang, begitu masuk gerbang terlihat banyak orang duduk lesehan di lantai sambil menikmati makan dan minuman.
Sambil mikir, saya dan istri terus melangkah naik ketangga dan melirik sekilas keseluruh lantai yang ada di sana, ternyata memang sudah berubah. Walaupun tidak sampai mengkilap, tapi kebersihannya sudah menyamai Mangga Dua Mall: tempat shopping masyarakat middle high.
Menelusuri toko demi toko, terasa udara tidak lagi pengap seperti dulu. Sebagian dari pertokoan ini sudah dilengkapi dengan air conditioner dan hal ini secara tidak langsung membantu meneduhkan udara di bagian toko toko yang non-ac.
Untuk di Blok A ini, ternyata cukup banyak ”urang awak” nan mangaleh (berjualan). Dengan hanya menangkap logat saja, sudah bisa diterka apakah orang Padang atau bukan.
Borong Batik
Sebagai Pengawal Pribadi, saya patuh saja ikut ke mana istri saya melangkah, kemudian kami singgah di toko batik. Saya bilang, ”baju batik saya sudah satu lemari penuh, jangan dibeli lagi”. Istri saya memandang saya dan mengatakan “Ini untuk hadiah teman-teman kita di Australia.”
Lumayan belasan potong batik yang ukurannya XXXL diborong istri saya. Tanpa ditanya, istri saya menjelaskan ”Kalau di Australia, 15 dolar, kita mau kasih hadiah apa? Kalau dikasih batik, mereka pasti sangat senang.“
Saya manggut-manggut, tanda setuju, Ingat sahabat-sahabat baik kami di sana yang jumlahnya ada lebih dari selusin.
Sambil membungkus batik yang diborong istri saya, maka si Uni mulai bercerita, bahwa Tanah Abang sudah berbeda total:
Tidak ada lagi preman yang minta uang takut
Tidak ada sampah berserakan, walaupun belum 100 persen bersih
Sudah banyak yang pasang ac ,sehingga membantu meneduhkan udara sekitarnya
Tidak ada lagi yang berani merokok di pertokoan
Tidak ada lagi copet
Pusat Perbelanjaan dan Sekaligus Tempat Rekreasi
Ternyata Tanah Abang tidak hanya menjadi pusat peberlanjaan bagi warga menengah kebawah, tetapi uniknya, sekaligus jadi tempat rekreasi gratis. Tampak beberapa orang duduk santai dan sama sekali tidak memperdulikan orang yang berlalu lalang. Mereka makan dan minum, dibelakang dinding gedung, sebelum menuju anak tangga, sambil lesehan dengan hanya beralasakan plastik bekas bungkusan kain.
Selesai menikmati makan minum, tampak rombongan ini melakukan window shopping, keliling-keliling dari blok A ke blok F. Kelihatannya kemungkinan datang dari luar kota. Ternyata mereka juga sudah tahu tentang arti kebersihan, karena tidak ada jejak berupa sampah yang ditinggal dibekas tempat “rekreasi” mereka.
Tak salah kata si Uni, gegara si Ahok, Tanah Abang yang dulunya kumuh dan semrawut kini sudah berubah total, bersih dan apik. Kalau dulu orang merokok dimana mana, kini selama hampir dua jam kami keliling pasar ini, memang tak tampak ada yang merokok, baik yang terang terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Tak ada lagi yang mengingatkan kami, agar hati hati dengan tas, yang kalau dulu, selalu dingatkan “hati hati tas nyo bu…” Berbelanja di sini sudah tidak ada bedanya lagi dengan di Mangga dua Mall, Malah harga barang sejenis, jauh lebih murah. dibanding belanja di mall mall
Catatan :
Tulisan ini sama sekali tidak ada hubunganya dengan politik ataupun pilkada, melainkan sekedar catatan kecil, persinggahan kami di tanah abang siang ini. Ternyata Tanah Abang sudah tidak kalah dari Mangga Dua Mall, malah dari sudut harga barang, jauh lebih murah dalam kualitas yang sama.
Jakarta, 12 November 2015
Penulis : Tjiptadinata Effendi ( Seorang Kompasianer)
sumber berita : kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar